Menu

Mode Gelap

Opini ¡¤ 20 Sep 2025 19:36 WIB

[OPINI] Gus Yaqut, KPK, dan Nama PBNU yang Disebut-sebut

Gedung PBNU, (dok. Istimewa) Perbesar

Gedung PBNU, (dok. Istimewa)

Oleh : Ahmad Anwar Nasihin (Ketua PCNU Kabupaten Purwakarta)

Kasus dugaan korupsi kuota haji yang menyeret nama Gus Yaqut Cholil Qoumas bikin heboh publik sejak tambahan 20 ribu kuota pada 2024. Kuota yang seharusnya dibagi 92 persen reguler dan 8 persen khusus justru diubah jadi 50:50 lewat SK Menteri Agama.

Langkah itu dianggap menyalahi aturan UU Haji dan disebut merugikan negara lebih dari Rp1 triliun. KPK kemudian bergerak, memanggil Yaqut berkali-kali, melakukan pencekalan, sampai penggeledahan.

Yang bikin ramai bukan cuma soal angka, tapi juga karena nama PBNU ikut disebut. Padahal PBNU menegaskan kalau ada yang terlibat, itu ulah oknum, bukan lembaga secara keseluruhan.

Beberapa tokoh PBNU bahkan siap dipanggil KPK untuk memberikan klarifikasi. Mereka menegaskan tidak akan menghalangi proses hukum, tapi juga ingin menjaga nama baik organisasi.

Masalahnya, begitu nama PBNU disebut, publik cenderung langsung menelan mentah-mentah. Stigma pun terbentuk, dan itu sulit dihapus meski kelak terbukti salah alamat.

Di titik inilah Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 harus diingat. Pasal itu menegaskan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Maknanya, hukum bukan hanya soal menghukum yang salah, tapi juga melindungi yang belum tentu bersalah. Begitu sebuah nama besar diumbar tanpa konteks, hak atas perlindungan dan kepastian hukum bisa langsung tercederai.

Jika ada individu di PBNU yang terbukti terlibat, biarkan proses hukum membuktikan. Tapi menyeret nama PBNU secara keseluruhan jelas melanggar prinsip keadilan yang dijamin konstitusi.

KPK memang wajib transparan, tapi transparansi bukan berarti bebas menyebut siapa pun tanpa dasar kuat. Sekali nama dilontarkan, dampaknya bisa meluas dan merusak reputasi pihak yang sebenarnya tidak tahu-menahu.

Pasal 28D ayat (1) seharusnya jadi pedoman agar semua pihak diperlakukan setara di hadapan hukum. Perlindungan konstitusional ini berlaku bagi pejabat, rakyat biasa, maupun organisasi masyarakat.

Kasus Gus Yaqut tetap harus diusut tuntas apakah benar ada pelanggaran hukum atau hanya kesalahan kebijakan administrasi. Tetapi penyidikan itu harus cermat, agar tidak ada pihak yang menjadi korban stigma sebelum ada vonis pengadilan.

Pemberantasan korupsi memang penting, tapi harus dilakukan dengan adil dan berimbang. KPK tidak boleh terburu-buru demi citra transparansi, karena keadilan jauh lebih penting daripada sekadar sensasi.

Pada akhirnya, publik memang haus kejelasan, tetapi kejelasan bukan berarti mengorbankan prinsip hukum. Pasal 28D ayat (1) bukan hanya tulisan di atas kertas, melainkan pagar keadilan yang wajib dijaga dalam setiap langkah penegakan hukum.

 

KOIN NU PURWAKARTA

Scan QR Code di bawah atau klik tombol "Donasi Sekarang" untuk memberikan Koin NU via DANA.

QR Code Koin NU via DANA
Donasi Sekarang

Terima kasih atas dukungan Anda!

Disclaimer: Koin NU ini dikelola oleh PCNU Purwakarta.

Artikel ini telah dibaca 8 kali

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Ribuan Kasus Keracunan di Program MBG, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

25 September 2025 - 12:43 WIB

[OPINI] IPNU Purwakarta: Pemimpin Baru yang Hanya Jadi Wayang

14 September 2025 - 15:47 WIB

Menguji Demokrasi Indonesia Pasca Reshuffle Kabinet

10 September 2025 - 09:43 WIB

Masyarakat dan Polisi: Dua Korban dalam Tata Kelola Negara yang Ugal-ugalan

30 Agustus 2025 - 08:47 WIB

Hidangan Mewah di Atas Darah Rakyat

29 Agustus 2025 - 11:42 WIB

Sejarah Pasti Berulang

14 Agustus 2025 - 08:50 WIB

Trending di Opini