nupurwakarta.or.id – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, mengajak masyarakat Indonesia untuk meneladani sikap saling percaya dan ketulusan yang pernah diperlihatkan para pendiri bangsa.
Ia menilai, pada masa awal kemerdekaan, kesepakatan kebangsaan lahir di tengah perbedaan tajam antar-ideologi.
“Para pejuang bangsa kala itu, meski berasal dari latar belakang yang sangat berbeda dan bahkan menganut ideologi yang saling bertentangan, tetap mampu berdialog dan merumuskan kesepakatan bersama, menciptakan konsensus,” ujar Gus Yahya dalam program Menjadi Indonesia episode ke-25, Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, semangat tersebut lahir karena adanya rasa saling percaya yang mendalam di antara para tokoh, meski pemikiran mereka berseberangan.
“Dengan segala semangat yang mereka miliki untuk gagasan dan ideologi masing-masing, ada suasana saling percaya yang luar biasa. Meskipun berbeda, mereka yakin semua berpikir demi kepentingan bangsa. Itulah yang membuat pergaulan mereka penuh ketulusan,” tegasnya.
Gus Yahya menambahkan, perdebatan ideologis kala itu berlangsung sengit, namun tidak berujung pada permusuhan.
“Perbincangan tentang apa itu Indonesia, bagaimana harus didefinisikan, dan ke arah mana dibawa, berlangsung sangat tajam. Kita bisa membaca perdebatan Sutan Sjahrir dengan tokoh seperti Ki Hadjar Dewantara, atau perdebatan Mohammad Natsir dengan Bung Karno—semuanya keras. Tapi karena ada ketulusan, mereka tidak menjadikan pihak lain sebagai musuh yang harus disingkirkan, melainkan partner untuk mencari yang terbaik bagi bangsa. Saya sangat mendambakan suasana seperti itu bisa tumbuh kembali, meski jujur saja, saat ini saya belum melihatnya,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Gus Yahya juga mengangkat hasil penelitian George McTurnan Kahin dari Cornell University yang membahas asal-usul tumbuhnya rasa kebangsaan di kalangan umat Islam Nusantara.
“Dia menyebut, bibit kebangsaan muncul dari perjalanan haji umat Islam Nusantara ketika akses transportasi ke Hijaz semakin ramai, terutama setelah dibukanya Terusan Suez dan hadirnya kapal mesin,” paparnya.
Dari pertemuan para pelajar dari berbagai daerah di Nusantara saat berhaji dan menuntut ilmu di Tanah Hijaz (sebelum menjadi Arab Saudi), timbul rasa senasib dan ikatan persaudaraan yang kuat.
“Pergaulan antar-pelajar dari seluruh penjuru Nusantara yang berlangsung cukup lama di sana menumbuhkan rasa kebersamaan dan persatuan,” jelasnya.
Gus Yahya meyakini, pengalaman itulah yang menjadi salah satu fondasi konsensus kebangsaan, yang kemudian dimanifestasikan dalam Sumpah Pemuda.
“Sumpah Pemuda adalah wujud konsensus kebersamaan dan kesetaraan: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa,” tandasnya.
Sumber: NU Online
KOIN NU PURWAKARTA
Scan QR Code di bawah atau klik tombol "Donasi Sekarang" untuk memberikan Koin NU via DANA.

Donasi Sekarang
Terima kasih atas dukungan Anda!
Disclaimer: Koin NU ini dikelola oleh PCNU Purwakarta.