nupurwakarta.or.id – Pernahkah Anda merasa menyesal setelah memberikan hadiah kepada seseorang? Mungkin hubungan Anda dengan penerima hadiah memburuk, atau Anda merasa pemberian itu terlalu mahal. Pertanyaan “Bolehkah saya menarik kembali hadiah yang sudah diberikan?” mungkin muncul di benak Anda. Artikel ini akan membahas hukum menarik kembali pemberian berdasarkan pandangan Mazhab Syafi’i dan Hanafi.
Hukum Menarik Kembali Hadiah dalam Islam
Islam memiliki aturan yang sangat detail mengenai pemberian (hibah), termasuk hukum meminta kembali barang yang telah diberikan. Dalam Islam, pemberian yang telah diserahkan kepada penerima dianggap sebagai hak milik penerima sepenuhnya. Oleh karena itu, menarik kembali hadiah yang sudah diberikan menjadi permasalahan yang perlu dipahami dengan baik.
Mazhab Syafi’i: Larangan Meminta Kembali Hadiah
Menurut Mazhab Syafi’i, orang tidak diperbolehkan meminta kembali hibah yang telah diberikan kepada orang lain, baik kepada kerabat dekat maupun orang lainnya, setelah barang tersebut telah diserahkan (iqbadh). Pendapat ini didasarkan pada kaidah berikut:
فَأَمَّا إِذَا وَهَبَ لِغَيْرِ وَلَدِهِ، أَوْ وَلَدِ وَلَدِهِ، وَإِنْ سَفَلَ.. فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَرْجِعَ فِي هِبَتِهِ لَهُ بَعْدَ إِقْبَاضِهِ لَهُ، سَوَاءً كَانَ ذَا رَحِمٍ مَحْرَمٍ، أَوْ أَجْنَبِيًّا
Artinya, “Adapun jika ia memberikan hadiah (hibah) kepada selain anaknya, atau cucunya, meskipun lebih jauh (generasinya), maka tidak boleh baginya menarik kembali hadiah yang telah diberikannya setelah ia menyerahkannya, baik yang diberi itu adalah kerabat mahram maupun orang lain (nonmahram)”. (Al-‘Imrani, Al-Bayan, [Jeddah, Darul Minhaj:1421 H/2000 M], juz VIII, halaman 125).
Dalil dari hadis Nabi saw adalah:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: لَا يَحِلُّ لِلرَّجُلِ أَنْ يُعْطِيَ عَطِيَّةً، أَوْ يَهَبَ هِبَةً فَيَرْجِعَ فِيهَا، إِلَّا الْوَالِدُ فِيمَا أَعْطَى وَلَدَهُ. وَمِثْلُ الرَّاجِعِ فِي هِبَتِهِ كَمِثْلِ الْكَلْبِ قَاءَ بَعْدَ مَا شَبِعَ، ثُمَّ رَجَعَ فِي قَيْئِهِ
Artinya, “Sungguh Nabi saw bersabda: ‘Tidak halal bagi seseorang memberikan hadiah atau hibah lalu menariknya kembali, kecuali seorang ayah terhadap apa yang ia berikan kepada anaknya. Perumpamaan orang yang menarik kembali hibahnya adalah seperti anjing yang muntah setelah kenyang, lalu ia kembali memakan muntahnya’.” (Al-‘Imrani, VII/125).