Oleh: KH. Ahmad Anwar Nasihin
Ketua PCNU Purwakarta / Pimpinan Ponpes Raudlatut Tarbiyyah
Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia memperingati Hari Raya Idul Adha, atau yang lebih dikenal sebagai Hari Raya Qurban. Ini bukan hanya sebuah perayaan seremonial keagamaan, tetapi sebuah momentum spiritual yang menyimpan makna sosial, moral, dan kemanusiaan yang sangat dalam. Pada tahun ini, 10 Dzulhijjah 1446 H bertepatan dengan Jumat, 6 Juni 2025 M, menjadi saat yang tepat untuk kembali merenungi esensi dari ibadah qurban dalam kehidupan kita sebagai manusia dan masyarakat.
Qurban: Sebuah Simbol Kepasrahan dan Ketulusan
Qurban berasal dari kata qaruba yang berarti mendekat. Dalam praktiknya, qurban merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah melalui pengorbanan hewan ternak, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Namun, jauh dari sekadar penyembelihan, qurban sejatinya adalah cerminan dari kesiapan untuk memberikan yang terbaik, bahkan sesuatu yang sangat berharga, demi kepentingan yang lebih besar.
Dalam konteks kehidupan modern, pengorbanan tidak selalu berupa harta atau benda fisik, melainkan juga waktu, tenaga, kenyamanan, dan bahkan ego pribadi demi kemaslahatan umat. Di sinilah relevansi qurban terasa begitu kuat dalam membentuk karakter individu yang ikhlas, tangguh, dan peduli terhadap sesama.
Energi Pengorbanan yang Menggerakkan Sejarah
Sebagaimana tertulis dalam kutipan yang menyertai ucapan selamat hari raya qurban:
“Tidak ada hidup yang dimenangkan, tanpa kesanggupan untuk berkorban. Kesediaan untuk berkorban adalah energi yang menggerakkan sejarah manusia dan kemanusiaan.”
Pernyataan ini menggambarkan bahwa sejarah peradaban manusia tidak pernah lepas dari spirit pengorbanan. Tokoh-tokoh besar, para pemimpin bangsa, para ulama, dan pejuang keadilan selalu menapaki jalur pengorbanan sebagai bagian dari perjuangannya. Mereka tidak pernah hanya hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk nilai-nilai luhur yang mereka junjung.
Pengorbanan adalah bahan bakar perubahan. Tanpa pengorbanan, tidak akan ada gerakan sosial yang bertahan lama. Tanpa pengorbanan, solidaritas dan kebersamaan akan menjadi konsep yang kosong.
Qurban Sebagai Pendidikan Sosial
Di samping aspek ibadah, qurban juga memiliki dimensi sosial yang sangat kuat. Hewan qurban yang disembelih tidak hanya menjadi sarana pendekatan diri kepada Allah, tetapi juga menjadi sarana distribusi kekayaan kepada mereka yang membutuhkan. Dalam masyarakat yang semakin individualistik, praktik qurban mengajarkan tentang pentingnya berbagi, peduli, dan menyatu dengan penderitaan orang lain.
Pesan ini sangat relevan di tengah ketimpangan ekonomi dan berbagai krisis kemanusiaan yang terjadi. Qurban bukan hanya simbol kepasrahan, tetapi juga simbol perlawanan terhadap keserakahan dan ketidakpedulian sosial.
Menghidupkan Spirit Qurban Sepanjang Tahun
Momentum Iduladha seharusnya tidak berhenti pada satu hari ritual saja. Nilai-nilai pengorbanan, ketulusan, dan kepedulian sosial harus menjadi napas kehidupan sehari-hari. Bangsa yang besar adalah bangsa yang warga negaranya rela berkorban demi kemajuan bersama. Demikian pula, umat yang kuat adalah umat yang menjadikan qurban sebagai prinsip hidup, bukan sekadar tradisi tahunan.
Mari kita jadikan Hari Raya Qurban sebagai momen reflektif untuk memperbaiki niat, memperkuat solidaritas, dan mempertegas komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Karena sejatinya, qurban adalah tentang bagaimana kita hidup untuk memberi, bukan sekadar menerima.