2. Prinsip Musyawarah (Shura) dalam Memilih Pemimpin
Imam Syafi’i juga menekankan pentingnya musyawarah atau shura dalam menentukan pilihan politik. Musyawarah adalah proses konsultasi yang melibatkan berbagai pihak untuk mencapai keputusan yang terbaik. Dalam Al-Risalah , Imam Syafi’i menjelaskan bahwa musyawarah adalah bagian dari proses syariah yang melibatkan diskusi, pertimbangan, dan nasehat dari para ahli atau ulama sebelum mengambil keputusan penting, termasuk dalam memilih pemimpin.
Baca Juga : Upgrading dan Koordinasi LTN NU se-Jawa Barat: Sinergi Program dan Tantangan NU
Prinsip ini sangat relevan dalam konteks Pilkada, di mana masyarakat diharapkan dapat berdiskusi, mencari informasi, dan mempertimbangkan berbagai pandangan sebelum menentukan pilihan politik. Shura mengajarkan agar keputusan politik tidak diambil secara terburu-buru, tetapi melalui proses yang matang dan melibatkan berbagai pihak.
3. Memilih Pemimpin yang Kompeten dan Mampu
Selain keimanan dan akhlak, Imam Syafi’i juga menekankan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kompetensi dan kemampuan untuk memimpin. Dalam Al-Umm , beliau menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang cukup untuk memahami berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana dan adil.
Kompetensi ini bukan hanya dalam hal pengetahuan agama, tetapi juga dalam urusan duniawi yang berkaitan dengan kesejahteraan umat. Imam Syafi’i menyatakan bahwa seorang pemimpin haruslah orang yang mampu menjaga stabilitas, kemakmuran, dan keadilan di tengah masyarakat yang dipimpinnya. Dalam konteks Pilkada 2024, penting bagi pemilih untuk melihat rekam jejak calon pemimpin, baik dari sisi moral maupun kapabilitas.