nupurwakarta.or.id – Terletak di Cipulus, Purwakarta, Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah berdiri tegak sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa Barat. Didirikan pada tahun 1840, pesantren ini telah menjadi saksi bisu perjalanan panjang tradisi keilmuan Islam di tanah Sunda, melampaui satu setengah abad dan menorehkan jejak nyata betapa pentingnya peran pesantren dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan spiritualitas masyarakat di sekitarnya.
Awal Berdirinya: Menjawab Kebutuhan Umat
Pada abad ke-18, kondisi sosial-keagamaan di Purwakarta dan sekitarnya masih didominasi oleh kepercayaan lokal dan tradisi adat. Masyarakat saat itu mulai tertarik untuk mempelajari ajaran Islam secara mendalam, namun akses terhadap pendidikan Islam formal masih sangat terbatas. Melihat kebutuhan ini, KH. Muhammad/Ahmad Bin Kyai Nurkoyyim, yang akrab disapa Ajengan Emed, seorang ulama dengan kedalaman ilmu agama, merasa terpanggil untuk mendirikan sebuah pesantren di Cipulus. Ajengan Emed ingin menciptakan wadah bagi umat Islam untuk belajar agama secara intensif dan terstruktur, mengikuti ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Perjalanan Panjang dan Tantangan
Perjalanan membangun pesantren tidaklah mudah. Ajengan Emed, yang merupakan santri kesayangan Syeikh Maulana Yusuf Purwakarta – seorang ulama dan pahlawan besar di Jawa Barat pada awal abad ke-19 – merupakan santri yang rajin dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Beliau dengan mudah menyerap ilmu agama, strategi perang, dan ilmu lainnya yang dibutuhkan saat itu.
PP Cipulus di pimpin oleh Ajengan Emed hingga akhir hayatnya. Setelah wafatnya, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh beberapa tokoh, yaitu K.H Nashir (1870-1900), K.H. M. Arief (1900-1920), Kyai Syu’eib (1920-1937), K.H. Masduki (1937-1942), dan K.H. Zaenal Abidin (1942-1957).