Menu

Mode Gelap

Keislaman ¡¤ 12 Mar 2025 14:56 WIB

Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah Cipulus: Mercusuar Pendidikan Islam di Tanah Sunda

Pondok Pesantren Al-Hkamussalafiyah Cipulus, Purwakarta (Dokumen PP Al-Hikamussalafiyah, Cipulus) Perbesar

Pondok Pesantren Al-Hkamussalafiyah Cipulus, Purwakarta (Dokumen PP Al-Hikamussalafiyah, Cipulus)

nupurwakarta.or.id – Terletak di Cipulus, Purwakarta, Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah berdiri tegak sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa Barat. Didirikan pada tahun 1840, pesantren ini telah menjadi saksi bisu perjalanan panjang tradisi keilmuan Islam di tanah Sunda, melampaui satu setengah abad dan menorehkan jejak nyata betapa pentingnya peran pesantren dalam membentuk karakter, pengetahuan, dan spiritualitas masyarakat di sekitarnya.

Awal Berdirinya: Menjawab Kebutuhan Umat

Pada abad ke-18, kondisi sosial-keagamaan di Purwakarta dan sekitarnya masih didominasi oleh kepercayaan lokal dan tradisi adat. Masyarakat saat itu mulai tertarik untuk mempelajari ajaran Islam secara mendalam, namun akses terhadap pendidikan Islam formal masih sangat terbatas. Melihat kebutuhan ini, KH. Muhammad/Ahmad Bin Kyai Nurkoyyim, yang akrab disapa Ajengan Emed, seorang ulama dengan kedalaman ilmu agama, merasa terpanggil untuk mendirikan sebuah pesantren di Cipulus. Ajengan Emed ingin menciptakan wadah bagi umat Islam untuk belajar agama secara intensif dan terstruktur, mengikuti ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Baca Juga  Apakah Orang Beragama Pasti Bertuhan?

Perjalanan Panjang dan Tantangan

Perjalanan membangun pesantren tidaklah mudah. Ajengan Emed, yang merupakan santri kesayangan Syeikh Maulana Yusuf Purwakarta – seorang ulama dan pahlawan besar di Jawa Barat pada awal abad ke-19 – merupakan santri yang rajin dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Beliau dengan mudah menyerap ilmu agama, strategi perang, dan ilmu lainnya yang dibutuhkan saat itu.

Baca Juga  Betapa Luasnya Ampunan Allah

PP Cipulus di pimpin oleh Ajengan Emed hingga akhir hayatnya. Setelah wafatnya, kepemimpinan pesantren dilanjutkan oleh beberapa tokoh, yaitu K.H Nashir (1870-1900), K.H. M. Arief (1900-1920), Kyai Syu’eib (1920-1937), K.H. Masduki (1937-1942), dan K.H. Zaenal Abidin (1942-1957).

 

KOIN NU PURWAKARTA

Scan QR Code di bawah atau klik tombol "Donasi Sekarang" untuk memberikan Koin NU via DANA.

QR Code Koin NU via DANA
Donasi Sekarang

Terima kasih atas dukungan Anda!

Disclaimer: Koin NU ini dikelola oleh PCNU Purwakarta.

Artikel ini telah dibaca 137 kali
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Baca Lainnya

Lomba MQK Hari Santri Nasional 2025: Saatnya Santri Unjuk Ilmu Kitab Kuning

9 Oktober 2025 - 20:50 WIB

Ciri-ciri Taubat Seseorang yang Diterima Allah

7 Oktober 2025 - 08:46 WIB

Siapakah Musuh Allah? Berikut Penjelasannya

6 Oktober 2025 - 08:20 WIB

Abu Mansur Al-Maturidi: Ulama Besar Penegak Aqidah Ahlussunah Waljamaah

3 Oktober 2025 - 15:26 WIB

Rekomendasi Kitab Kuning Terbaik untuk Pemula Hingga Santri Senior

3 Oktober 2025 - 09:59 WIB

Yaumul Ijtima’ PCNU Purwakarta: Perkuat Tradisi Keilmuan Kitab Kuning dan Konsolidasi Organisasi

30 September 2025 - 18:08 WIB

Trending di Keislaman
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x